P E R H A T I A N

SILAHKAN DICOPY (DISEBAR LUASKAN), JIKA ADA TULISAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN AL-QURAN DAN SUNNAH, MAKA TINGGALKANLAH PENDAPAT DI BLOG INI. KEMUDIAN IKUTI PENDAPAT YANG SESUAI DENGAN AL-QURAN DAN SUNNAH.

Islam Agama Kasih Sayang

Siapa bilang Islam identik dengan teroris? bahkan banyak orang yang mengaitkan simbol-simbol islam dengan aksi terorisme; sebut saja jilbab dalam, apalagi jilbab dnan cadar, baju gamis sampai bawah lutut, jenggot, celana diatas mata kaki, dan lain-lainnya.
berikut khutbah tentang Islam Agama Kasih Sayang


Khotbah Jumat: Islam Agama Kasih Sayang
MAY 27, 12
KHUTBAH PERTAMA:

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…
Salah satu karakter menonjol syariat Islam, adalah agama kita datang dengan membawa dan menjunjung tinggi kasih sayang. Begitu banyak nas dari al-Qur’an maupun Sunnah yang menjelaskan hal itu. Di antaranya:
Firman Allah ta’ala,
“وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ“

Artinya: “Kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam”. QS. Al-Anbiya’: 107.
Juga sabda Nabi-Nya shallallahu’alaihiwasallam,

“الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ؛ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ”

“Orang-orang yang penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang ada di atas muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa yang ada di langit”. HR. Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr dan dinilai hasan sahih oleh Tirmidzy.
Jama’ah Jum’at yang kami hormati…
Dalam mengajarkan kasih sayang, Islam tidak cukup hanya dengan memaparkan konsep global, namun juga menjabarkannya secara terperinci. Menyebutkan potret-potretnya secara detil dan menggambarkan dengan begitu jelas praktek nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari orang terdekat, yakni anak dan istri, hingga manusia terjauh baik dari sisi kekerabatan maupun agama, semuanya berhak mendapat kasih sayang sesuai dengan porsi dan aturan yang telah digariskan agama. Tidak cukup hanya para manusia yang perlu disayangi, makhluk lain, semisal binatang dan tetumbuhan pun mendapatkan jatah kasih sayang, jauh hari sebelum orang-orang barat mengkampanyekan kasih sayang terhadap binatang atau mencanangkan program green life.
Mengenai kasih sayang terhadap anak, kiranya kisah yang terjadi di zaman nubuwwah berikut bisa sedikit menggambarkannya. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bertutur,

“قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا. فَقَالَ الْأَقْرَعُ: “إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا”. فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: “مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ”

“Suatu saat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mencium (cucu beliau) al-Hasan bin ‘Ali dan saat itu ada al-Aqra’ bin Hâbis at-Tamimy duduk di samping beliau. Serta merta al-Aqra’ berkomentar, “Aku memiliki sepuluh anak, sungguh tidak pernah satupun di antara mereka yang kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pun memandangnya seraya berkata, “Barang siapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi!”. HR. Bukhari dan Muslim.
Kaum muslimin dan muslimat yang semoga dirahmati Allah…
Untuk memotivasi sifat saling menyayangi sesama muslim, selain dengan menjelaskan hak dan kewajiban di antara mereka, Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam juga membuat sebuah perumpamaan yang sangat indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berkasih sayang di antara mereka,

“مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ؛ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى”.

“Perumpamaan kaum mukminin dalam ukhuwah, kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bersolidaritas dengan ikut begadang dan merasa sakit”. HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu.
Bahkan Islam juga menerangkan jalan yang seharusnya ditempuh untuk mengantarkan kepada terciptanya kasih sayang tersebut. Di antaranya, dalam sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam,

“لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ”

“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian kutunjukkan tentang sesuatu yang jika kalian praktekkan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Para hadirin dan hadirat yang kami cintai…
Dalam menebarkan kasih sayang, Islam tidak hanya berhenti dalam wilayah sesama muslim saja, namun juga merambah hubungan dengan non muslim. Di antara potretnya yang paling jelas, Islam memotivasi mereka untuk masuk dan mengikuti agama kasih sayang; agama Islam, agar mereka bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ؛ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ”

“Demi Allah, tidaklah seorang pun dari umat ini, entah itu Yahudi atau Nasrani, yang mendengar tentang diriku, lalu ia mati dalam keadaan belum beriman dengan risalahku, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan mereka enggan masuk Islam dan tidak memerangi kaum muslimin, mereka tetap berhak untuk disikapi secara lahiriah dengan baik. Allah ta’ala menjelaskan,

“لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ، وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ”.

Artinya: “Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. QS. Al-Mumtahanah: 8.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Yang lebih menakjubkan lagi, agama kita tidak hanya memperhatikan kasih sayang sesama manusia, namun juga mengajarkan kasih sayang kepada penghuni bumi lainnya, yaitu binatang dan tetumbuhan.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengisahkan,

“كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَانْطَلَقَ لِحَاجَتِهِ، فَرَأَيْنَا حُمَرَةً مَعَهَا فَرْخَانِ، فَأَخَذْنَا فَرْخَيْهَا، فَجَاءَتْ الْحُمَرَةُ فَجَعَلَتْ تَفْرِشُ. فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِوَلَدِهَا؟ رُدُّوا وَلَدَهَا إِلَيْهَا!” وَرَأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا فَقَالَ: “مَنْ حَرَّقَ هَذِهِ؟” قُلْنَا: “نَحْنُ” قَالَ: “إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ”

“Suatu hari kami bepergian beserta Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Di tengah perjalanan, beliau memisahkan diri untuk menunaikan hajat. Saat itu kami melihat induk burung bersama kedua anaknya yang masih kecil. Maka kami mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun mengepak-epakkan sayapnya gelisah. Manakala Nabi shallallahu’alaihiwasallam datang beliau bertanya, “Siapa yang menyakiti burung ini (dengan mengambil) anaknya? Kembalikan anaknya kepada sang induk!”. Beliau juga melihat ada perkampungan sarang semut telah dibakar. Beliaupun berkata, “Siapa yang membakar ini?”. “Kami”. “Tidak pantas menyiksa dengan api kecuali Penguasa api” . HR. Abu Dawud dan isnadnya dinilai sahih oleh al-Hakim.
Tidak cukup hanya mengajarkan kasih sayang semasa hidup para hewan tersebut, bahkan Islam juga memerintahkan agar mempraktekkan kasih sayang, sampaipun di detik-detik akhir hidup para hewan tersebut, yakni manakala kita bermaksud untuk menyembelihnya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ؛ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ”
“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik dalam segala sesuatu. Jika kalian akan membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian akan menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian mengasah pisau kalian dan menenangkan hewan yang akan disembelihnya”. HR. Muslim dari Syaddad bin Aus radhiyallahu’anhu.
Jamaah Jum’at yang kami hormati …
Masih banyak potret lain yang menggambarkan betapa ajaran Islam sangatlah menjunjung kasih sayang. Kasih sayang kepada pelaku kesalahan terutama dari kalangan orang-orang yang terbatas ilmunya. Kasih sayang kepada tetumbuhan. Kasih sayang kepada orang tua dan kerabat. Kasih sayang kepada tetangga. Dan segudang contoh lainnya, yang tidak mungkin dipaparkan dalam kesempatan singkat ini. Semoga sedikit pemaparan di atas bisa menggambarkan pada kita betapa Islam benar-benar agama yang  mengutamakan kasih sayang dan memotivasi umatnya untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari…

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِسُنَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.


KHUTBAH KEDUA:

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْأَرْبَابِ، وَمُسَبِّبِ الْأَسْبَابِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْعَزِيْزُ الْوَهَّابُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَفْضَلُ مَنْ قَامَ بِالدَّعْوَةِ وَالْاِحْتِسَابِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِي الْبَصَائِرِ وَالْأَلْبَابِ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْمَآبِ.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah
Itulah sekelumit konsep kasih sayang dalam Islam. Namun demikian, di zaman kita ini, ada dua kubu yang bertolak belakang dalam menyikapi konsep tersebut.
Golongan pertama: yang kurang mempedulikan salah satu tujuan utama kedatangan Islam ke muka bumi itu.
Sedangkan golongan kedua: yang kebablasan dalam menerjemahkan kasih sayang.
Golongan pertama adalah mereka yang menampakkan Islam sebagai agama yang garang, galak dan gemar menumpahkan darah –tanpa aturan–. Setali tiga uang, ada pula yang menggambarkan pada umat bahwa seorang muslim yang berpegang teguh dengan ajaran Islam, haruslah bermuka sangar, bertutur kata pedas, tidak ramah, enggan menebarkan salam dan seabreg perilaku kurang simpatik lainnya.
Kebalikannya, golongan kedua, yakni orang-orang yang keliru dalam menafsirkan kasih sayang. Mereka menjadikan kasih sayang sebagai dalih untuk mempertahankan tradisi yang bertolak belakang dengan Islam. Tidak cukup sampai di situ, bahkan mereka melontarkan tuduhan miring kepada pihak yang berusaha mengembalikan umat kepada ajaran murni Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam, sebagai kaum yang tidak peduli dengan prinsip kasih sayang.
Memang lembaran sejarah mengatakan, bahwa setiap kali muncul penyimpangan yang bernuansa ekstrim dan berlebihan, hampir bisa dipastikan akan muncul tandingannya berupa penyimpangan yang bernuansa bermudah-mudahan.
Adapun sikap yang benar adalah: sikap pertengahan di antara keduanya.

“وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا”

Artinya: “Demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang pertengahan”. QS. Al-Baqarah: 143.
Sekurang-kurangnya, seorang muslim tertuntut untuk bisa memadukan antara dua hal: tegas dalam berprinsip dan santun dalam bersikap. Tegas dalam berprinsip menggambarkan keteguhannya dalam berpegang dengan ajaran Islam yang benar. Sedangkan santun dalam bersikap dan keluwesan dalam bermu’amalah dengan siapapun –selama masih dalam koridor yang dibolehkan agama– merupakan penjabaran dari kasih sayang kepada sesama insan. Bahkan perilaku simpatik tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendakwahi orang-orang yang menyimpang dari garis lurus tuntunan Rasul shallallahu’alaihiwasallam.
Semoga Allah berkenan mengaruniakan taufik-Nya pada kita agar termasuk golongan pertengahan tersebut. Amien ya Mujibas sâ’ilin…

هذا؛ وصلوا وسلموا –رحكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…

ReadmoreIslam Agama Kasih Sayang

Ibnu Zubair ('Abdullah bin Zubair) Radhiyallahu 'anhu



Ibnu Zubair ('Abdullah bin Zubair) Radhiyallahu 'anhu wafat tahun 94 Hijriah. Seorang pemimpin masa Khalifah Ali bin Abi Thalib dan awal khilafah bani Umayah. Dia adalah bayi pertama yang lahir dikalangan Muhajirin di Madinah. Ayahnya bernama Zubair Awwam dan ibunya, Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia sepupu dan juga kemenakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salam dari istrinya, Aisyah binti Abu Bakar. Ia termasuk salah seorang dari “Empat ‘Ibadillah” (empat orang yang bernama Abdullah) dari 30 orang lebih sahabat Nabi yang dikenal menghafal seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, Tiga orang ‘Ibadillah lainnya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin Khatab, dan Abdullah bin Amr bin As. 

Ibnu Zubair telah mengenal perang sejak berusia 12 tahun, yaitu ketika bersama ayahnya turut dalam Perang Yarmuk, dan empat tahun kemudian kembali menyertai ayahnya yang menjadi anggota pasukan Amr bin As di Mesir. Ibnu Zubair juga mengambil bagian dalam ekspedisi Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh melawan orang-orang Byzantium di Afrika. Semua peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk Madinah kepadanya.

Di masa Khalifah Usman bin Affan, ia duduk sebagai anggota panitia yang bertugas menyusun Al-Qur’an. Di masa Khalifah Ali bin Abi Talib, ia bersama Aisyah mengatur langkah untuk menantang Khalifah tersebut untuk menuntut penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Usman. Gerakan ini didukung oleh beberapa tokoh, seperti Ja’la bin Umayyah dari Yaman, Abdullah bin Amr Basra, Sa’ad bin As, dan Wahid bin Uqbah (pemuka kalangan Umayyah di Hedzjaz) dan beberapa sahabat senior (Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam), dan ayahnya. Perselisihan antara kelompoknya dan kelompok Ali yang sedang berkuasa diselesaikan dalam Perang Unta (Waqiah al-Jamal). Dalam perang inilah ia menyaksikan ayahnya gugur. Disebut Perang Unta karena Aisyah mengendarai unta saat memimpin pasukan itu.

Ibnu Zubair kembali melawan Dinasti Bani Umayyah. Meskipun di masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan bentuk perlawanannya belum bersifat terbuka, ia tampil menantang khilafah (pemerintahan) Bani Umayyah secara terang-terangan. Ia memprotes Yazid, putra Mu’awiyah, yang naik menjadi khalifah atas penunjukan ayahnya setelah ayahnya wafat.
Yazid memerintahkan walinya di Madinah untuk memaksa Ibnu Zubair bersama Husein bin Ali (cucu Nabi) dan Abdullah bin Umar agar menyatakan kesetiaan kepadanya. Ibnu Zubair dan Husein tetap membangkang. Demi keamanan, keduanya pindah ke Mekah.
Ia tetap sebagai penantang khalifah sekalipun Husein, tak lama sesudah itu, tewas dengan menyedihkan dalam pertempuran tak seimbang di Karbala. Pernyataan secara terbuka, bahwa kekuasaan Yazid tidak sah membawa pengaruh luas dikalangan ansar di Madinah yang akhirnya melahirkan pemberontakan.
Setelah menunggu kesempatan yang baik, Yazid mengerahkan tentara Suriah di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah dan memadamkan pemberontakan orang-orang Madinah tersebut dalam Perang Harran. Kematian Muslim bin Uqbah tak menghalangi tentara tersebut untuk bergerak menuju Mekah dengan sasaran mematahkan perlawanan Ibnu Zubair. Tentara tersebut mengepung dan menghujani kota Mekah dengan batu dan panah api yang menyebabkan Ka’bah terbakar. Berita meninggalnya Khalifah Yazid menyebabkan komandan pasukan, Husain bin Numair, mencoba membujuk Ibnu Zubair agar bersedia bergabung dengan mereka untuk kembali ke Suriah. Ibnu Zubair menolak bujukan tersebut dengan mengatakan bahwa ia akan tetap di Mekah. Selanjutnya, ia memproklamasikan dirinya sebagai amirulmukminin. Sekalipun proklamasi itu tidak lebih dari sekedar nama, namun lawan-lawan dinasti Bani Umayyah di Suriah, Mesir, Arab Selatan, dan Kufah sempat menghargainya sebagai khalifah.

Setelah Mu’awiyah putra dan pengganti Yazid meninggal dunia, Ibnu Zubair muncul sebagai kandidat khalifah atas dukungan Bani Qais. Selain itu ada kandidat lainnya yaitu, Marwan bin Haqam (dukungan Bani Qalb) dan dua kabilah Arab berdomisili di Suriah, juga saling bersaing mengajukan calon masing-masing. Akan tetapi, Ibnu Zubair terpojok tatkala peta kekuatan politik mengalami perubahan, akibat pemberontakan di Kufa dan pembelontan di antara pengikutnya, setelah Yazid wafat. Pengepungan membawa kematiannya terjadi ketika Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi ditugaskan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, putra Marwan bin Hakam, untuk menyelesaikan perlawanan “Sang Penantang Enam Khalifah” – dari Ali, Mu’awiyah, Yazid, Mu’awiyah, Marwan bin Hakam, sampai Abdul Malik.

Tidak kurang dari tujuh bulan diperlukan untuk menghujani kota suci Mekah dan Ka’bah dengan bombardir pasukan al-Hajjaj untuk melumpuhkan perlawanan Ibnu Zubair. Ia masih bertahan tatkala putra-putranya menyerahkan diri kepada al-Hajjaj. Keperkasaannya bangkit kembali setelah berjumpa sebentar dengan ibunya yang sudah buta, yang mendorongnya dengan memberikan semangat juang. Padahal sebelumnya, ia sempat menyatakan kepada ibunya rasa khawatir, bahwa mayatnya akan diperlakukan secara sadis oleh para pembunuhnya kelak. Ibunya mengatakan bahwa kambing yang sudah disembelih tak sedikit pun akan merasakan sayatan-sayatan pada dagingnya. Jawaban ini mendorongnya keluar dari rumah tempat ia bertahan , maju ke tengah-tengah lawannya yang kemudian menyergap dan menghabisinya. Mayatnya ditempatkan pada tiang gantung yang sama di mana saudaranya, Amr, pernah mengalami hal serupa. Atas perintah Abdul Malik, mayatnya kemudian diserahkan kepada ibunya. Tak lama berselang, setelah menguburkan mayat putranya itu, ia pun wafat pada tahun 94 H.

ReadmoreIbnu Zubair ('Abdullah bin Zubair) Radhiyallahu 'anhu